At the end of the day, it is necessary to unwind, to let go. You are, after all, a human. We are, after all, a cyclical creature. We are, after all, finite. There is always much to be done, and yet there's always a larger point of view to observe that all of this is miniscule and insignificant.
There is something to be noted when thinking of a looming dissertation deadline is something that actually relaxes you. Pondering it, I came to a conclusion that at a certain time, there is just nothing left to do but give enough time for your actions to run it course. It fits nicely with "surrendering to the will of God", a definition of Islam that I just recently noticed in a new light.
It has been a lot for little ol' me :) Lucky I have good friends to help me along the way.
There's no reason for me to love him, yet I do. Yet I spend regular hours to care for him, to make sure he has all his toys, to make sure he EATS, to make sure he finds his stuff.
It's not just protective instincts, I didn't do this out of the need to make sure he stays alive. Yet, somehow it is. I don't know why I do it, yet it is not important that I know.
There is supposed to be 3 spins in total before I end this short essay, but I don't have any energy left in me to spin 2 more.
I let the song arrive to the last part. That's fine. Just as I let it happened. I let him entered my life, and then left it as soon as he arrived. And now, he just occasionally visit me. We talk everyday, but he doesn't pay attention to me like he used to.
I know that he wants me to continue my life, but I don't know what it is, or why would I care to.
I do know why, I thought. I'm looking at her now, almost as tall as I am. I'll be strong for you. I'll be better for you, just enough for you to grow up.
And then, we'll see.
Mar 25, '21 2:30 am. I hate writing at this time. If I have to choose, I'd rather not write. But I had to.
songs: we do what we can (Sheryl Crow), fast car (Tracy Chapman)
It’s a daring claim to take, but alas, it was proven mathematically last year that “Don’t Stop Me Now” by Queen (link: https://www.youtube.com/watch?v=HgzGwKwLmgM ) is the world’s happiest song (Larbi, 2016). The article mentioned three variables that forms a happy song: A tempo that deviates a little from popular songs, in a major key, and a bit more than a three chord song. Neuroscientist Jacob Jacoli figured out the formula by studying hundreds of songs over a period of 50 years. His experience of the study from behind the scene was thoroughly described on his site. Using some chords progression and tempo alterations he created four clips, two in a major key (C G Am F, I-V-vi-IV progression), and two in a minor (Am Am Em Bm), each at 118 BPM and 148 BPM, with a 4-to-the-floor beat under them (Jacoli, 2015). However, given that the study was a private commission, he was under the obligation to not disclose the data.
Jacoli replicate the study in a Dutch sample with a continuous rating, and came to the conclusion that the top song was “Mr. Blue Sky” by Electric Light Orchestra or ELO (link:https://www.youtube.com/watch?v=aQUlA8Hcv4s).
This is the formula that Jacoli came up for the feel good song regression formula, or as he call it “Feel Good Formula”:
Where BPM is beats per minute (tempo), Major is 1 if the song is in a major key and 0 is the song is in a minor key, and nChords is the number of chords in the song (including modulations etc.) The formula basically says we generally like songs with a tempo that deviates from the average pop song tempo, that are in a major key, and are a bit more complex than 3 chord songs, UNLESS the song is in a major key (Jacoli, 2015).
If you’ve seen the Guardian’s of the Galaxy 2 movie, the song is in the infamous Baby Groot’s dance scene (link: https://www.youtube.com/watch?v=_Si0DjxK98Q). Director James Gunn almost didn’t have the rights to use ELO’s song because he cut a scene with ELO’s song on the first sequel (Daniel, 2017), but it’s good that he did. So enjoy it and be happy.
References
Daniel, M. (2017, August 12). How ‘Guardians of the Galaxy Vol. 2’ created Baby Groot’s 'Mr. Blue Sky' dance number. Retrieved from Toronto Sun: http://www.torontosun.com/2017/05/08/how-guardians-of-the-galaxy-vol-2-created-baby-groots-mr-blue-sky-dance-number?channelColor=entertainment
Jacoli, J. (2015, September 20). The Feel Good Song Formula. Retrieved from Belief, Perception and Cognition: http://www.jolij.com/?p=362
Larbi, M. (2016, September 23). Don’t Stop Me Now by Queen is officially the world’s happiest song, according to science. Retrieved from Metro: http://metro.co.uk/2016/09/23/dont-stop-me-now-by-queen-is-officially-the-worlds-happiest-song-according-to-science-6146872/
Terlempar ke kesadaran kini, aku terbentang di tengah ruang mengambang. Kenapa bisa sampai di sini ya?
Aku tidak melekat di dinding atau lantai, aku tidak tertumbuk di sudut.
Aku tidak diam, karena kalau kututup mataku, aku sadar kalau aku berputar berlawanan arah dengan arah rotasiku. Semakin lama mataku kututup, semakin kurasakan rotasi dan revolusi itu. Tanganku seperti terlempar ke luar. Aku di mana?
Aku tidak mau lari lagi. Aku akan berdiri di sini saja. Di depan anak kecil ini, yang berulang kali bertanya aku mau ke mana.
Apa urusan bocah tengik ini? Aku akan pergi ke mana saja yang aku mau. Lamat-lamat aku melihat kasur di depanku. Kasur yang empuk, lutut yang goyah. Perlahan-lahan aku menuju kasur itu. Bocah tengik berlari-lari berlompatan, berteriak mengejekku, mencoba mencegahku untuk duduk di kasur itu.
Apa urusannya mencegahku? Awas saja kalau dia berani.
Aku kaget ketika tersentak bangun. Ada yang aneh dengan posisi tidur ini. Ini bukan tempat tidurku yang biasa. Aku tidak tidur di sini.
Perlahan-lahan aku bangun untuk berdiri. Tuyul kecil itu masih ada. Kugertak dia, siapa kau. Ia takut, mukanya kesal sekali. Biarkan saja, siapa suruh menggangguku. Aku ingin kembali ke rumah. Di mana rumahku? Aku bingung dengan maze ini. Aku tahu pintu itu.
Perlahan-lahan aku menggapai gagang besi pintu, dengan sekali sentak, aku sudah berada di dunia yang berbeda.
Ruang ini seperti rumahku saat aku dulu bertugas di suatu kota, di depan dua gunung, dengan anak dan istriku. Di mana gunung itu? Aku mencari bagian depan dan belakang rumah ini.
Lututku goyah, sialan.
Aku merasa harus ke kamar mandi. Mungkin ke kiri ini kamar mandiku. Aku berjalan dengan gamang, tergopoh-gopoh sambil menghitung batas kemampuanku menahan kencing.
Bah, ini ruang depan, tapi aku sudah tidak tahan. Kulihat kiri dan kanan, aman. Kubuka celanaku cepat-cepat, toh tidak ada orang. Aku hanya akan melepas sedikit saja, aku sudah tidak tahan.
Kenapa kencing di situ, suara kecil tinggi yang menyebalkan itu kembali kudengar. Bocah tengik itu lagi. Hidupnya memang hanya untuk menyusahkanku saja. Aku gertak dia. Ia berlari-lari memanggil seseorang di belakang yang tergopoh-gopoh ke depan membawa kain. Ya sudah, dia sudah tahu apa yang harus dilakukan. Sambil merapikan celana, aku pura-pura tidak tahu. Nggak kok, nggak kencing di sini, mana ada, dalihku, tanpa kutahu kalau alasan itu sudah kulagukan berpuluh-puluh kali. Mereka semua sudah paham sepertinya. Baguslah, tidak ada yang kaget kan. Lututku lemah, aku duduk di kursi tengah. Nafasku berat. Lamat-lamat kudengar anak sialan itu masih berteriak-teriak, membanting sesuatu. Aku fokus pada nafasku yang kugenggam erat-erat. Tahan, tahan, tetap bertahan untuk tetap ada. Sedikit demi sedikit aku berputar-putar.
Knalpot motor membangunkanku. Aku teringat pada dua gunung, aku mencari sesuatu. Apa itu, ya? Di mana itu? Aku ke mana sekarang? Baik kucari dua gunung itu, toh aku tidak punya apa-apa untuk kukejar.
Pintu belakang kubuka, aku menantikan hamparan hijau terbuka. Alih-alih gunung, pandanganku tertambat pagar dan garasi. Pohon-pohon kecil dan rumput yang tanggung. Bah, apa ini? Aku kesal sekali. Di mana gunung itu? Di mana istri dan anakku? Tanganku menggapai udara di depanku, berusaha untuk menggenggam udara. Di manakah waktu itu? Bisakah kunikmati sekali lagi? Semua waktu yang menggeliat melewatiku yang kerja keras membanting tulang untuk mereka semua. Mereka yang kini hidup dengan senang dengan cucuran keringat, air mata dan darahku. Aku kangen mereka semua. Apakah mereka masih hidup semua? Di mana anak-anakku semuanya?
Nafasku berat sekali, lututku goyah. Aduh, aku harus buang air lagi. Sialan.
Aku tidak akan kehilangan diriku kali ini. Aku hanya akan kehilangan semuanya. Aku akan kehilangan ingatan mengenai keseharianku, lalu aku akan kehilangan ingatan mengenai hidup ini. Tapi aku tidak akan kehilangan diriku. Tidak kali ini.
Peluk cium untuk ayah mertuaku
Running Naughty Boy (feat. Beyonce)
Kulihat sekali lagi. Koper, tas, tas kecil dua. Apa lagi
yang terlupa?
Aku masih mencari-cari apa yang terlupa ketika bahuku
ditepuk. Aku mendongak.
Ada yang terlupa?
Aku menggeleng,
tapi hatiku tidak yakin. Aku melihat ke sudut stasiun. Aku tidak tahu apa yang
kucari, tapi aku tidak berani untuk melihat ke depan. Rasanya aneh sekali.
Sekali lagi aku
dipeluknya. Setiap kali pelukannya bertambah erat, yang ini juga tidak
terkecuali. Aku merasakan kekuatirannya. Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah
pelukan ini akan menjadi semakin jarang dan semakin mahal seiring dengan
bertambahnya waktu nanti?
Sudah 5 menit
berlalu, rasanya seperti setahun aku berdiri di sini. Kata-kata sudah habis, nasihat
sudah, wanti-wanti sudah, ancaman sudah, janji sudah, rindu sudah. Kami hanya
berdiri saja di sini. Dia sok sibuk memeriksa jamnya, berbasa-basi dengan
temannya. Aku tahu dia tidak suka aku pergi, tapi dia toh berdiri di sini,
membantuku. Aku tahu dia tidak siap, aku juga tidak siap.
Uang ada?
Aku mengangguk.
Mengangguk untuk pertanyaan yang sudah 10 kali ditanyakannya dari tadi.
Sekarang sudah 30
tahun kemudian. Rasanya baru saja sebulan yang lalu aku pergi. Masih kucium bau
pelukannya, sedikit bau asap rokoknya. Aku
kangen padanya.
Kulihat ke bawah,
ke Salmanku yang memperhatikan tiketnya. Perlahan-lahan kepalanya
bergerak-gerak memperhatikan kopernya dan tas gitarnya. Kutepuk bahunya.
Ada yang terlupa?
Dia menggeleng.
Aku tahu, kali
ini giliranku, tapi rasanya semua ini terlalu cepat. Rasanya kalau boleh aku
minta undur sehari dua, mempersiapkan diri, tapi aku tahu itu bohong.
Aku tidak akan
siap untuk melepasnya. Aku tidak peduli setinggi apa dia sekarang, aku
melihatnya masih seperti anak 4 tahun yang kemarin aku gendong. Anak yang sama
yang tertatih-tatih berjalan tersandung kakinya sendiri dan menangis. Anak yang
harus kukejar-kejar dan kuteriaki untuk mandi, ganti baju, makan, tidur. Dia
akan berlari-lari sambil mengejekku, aku akan teriak-teriak dan pura-pura
marah. Anak kecil itu yag sekarang berdiri di depanku, akan pergi
meninggalkanku.
Kupeluk lagi
dirinya. Lebih erat. Aku tak berdaya. Yang kudengar hanya degup jantungku dan wangi rambutnya.
Pagi itu ia terbangun dengan kaget, seperti ada sesuatu yang hilang.
Reflek ia meraih ke kanannya.
Kosong.
Rautnya kecewa.
Sesuatu berkedut di dalam dadanya. Sepertinya jantungnya berhenti sesaat, dunia terpisah dari dirinya, ia seperti terlempar keluar dari kesadaran dirinya sendiri.
Ia keluar dari keseimbangan dirinya sendiri.
Dengan kesal ia membanting kepalanya sendiri kembali ke bantal. Tangannya mencengkeram bantal dan selimut di sebelah kanannya.
Hari apa ini?
Siapa yang peduli. Dia tidak ada di sini.
Matanya lari ke jendela. Satu kota menyapanya dengan paparan matahari yang terang dan kuning. Dari kejauhan satu dua metromini terdengar, klakson, suara angin dari lantai 20.
Jakarta menyapanya.
Tapi itu rasanya hampa.
Ia menarik kembali selimutnya. Rasanya ia ingin ditelan bumi saja.
It's good to learn from your mistake, but don't let them define you. If you get caught in a circle of sorrow by trying to remember what went wrong, just forget about it.
Focus on what you're good at
Practice small steps
Find the positive in coworkers and avoid the negative
Help others, you benefit yourself in another manner.