Sunday, September 17, 2006

Don't explain

Don't explain
teddy budiwan
10:29 17-09-06

Udara bergerak lambat. Waktu bergerak lambat. Aku hampir tidak bisa bernafas di dalam lembabnya udara di sekitarku, aku bisa merasakan air beterbangan di dalam udara yang kuhirup.
Sudah telat, dan kau belum datang. Aku tidak bisa berpikir, aku tidak berani untuk mulai mengira di mana kau berada. Aku tidak ingin sampai ke kesimpulan yang tidak bisa kuterima sendiri.
Seharusnya kau sudah tiba di dalam waktu yang bisa kuterima di dalam genggamanku. Kita sudah sepakat, kau telah berjanji. Kau juga berjanji untuk akan menepati janjimu. Asuransi untuk kesepakatanku. Mana itu sekarang?
Aku tidak kesal, karena kesal adalah emosiku sepuluh jam yang lalu, dua tahun yang lalu, empat belas tahun lebih tepatnya. Empat tahun awalmu, aku tidak pernah menyia-nyiakan waktu kita berdua. Kau adalah putriku, dan istanaku kubuat mengelilingimu. Empat tahun awalmu. Lalu ketika kau sudah belajar untuk berdiri, kau hancurkan istanaku, duniaku, dan kau tidak pernah berhenti berlari. Aku hanya mampu untuk berhenti marah, mengurut dadaku dan belajar memaafkanmu. Itu memberikanku cukup waktu untuk melihat punggungmu ketika kau pergi dan kembali meninggalkanku.
Apa yang salah? Apa yang kulakukan padamu sehingga kau tidak pernah peduli lagi padaku. Aku memimpikanmu seumur hidupku, menunggumu separuh hidupku untuk menemukan kekecewaan sebagai teman abadiku menunggumu. Menunggumu seperti malam ini. Dan ketika aku sudah hampir tidak mampu menahan kantukku, kau datang di gelap hanya untuk memperdengarkan bantingan pintumu, dengusan nafasmu melihatku, tatapan jijikmu melihatku dan usahamu untuk menepisku.
Tidak. Tidak usah kau habiskan waktu untuk mencari alasan kenapa kau tidak ada di siang dan malamku. Kaulah kesayanganku dan penderitaan hidupku. Tegaklah kau di sana bagai lima menit, puaskanlah dahaga hidupku untuk bersamamu sebentar saja. Aku tidak akan mengganggumu, tunggulah di sana barang dua tiga menit saja, biar kurasakan leganya ruang ini dengan kau di dekatku. Biar kurasakan hidupku lengkap walau untuk sementara. Satu menit lagi saja. Kemudian larilah kau ke kamarmu, dengan petir yang menggelegar dari kakimu dan ujung lenganmu membanting pintu.
Nafasku tidak akan lama. Separuh hidupku telah hilang ketika kau menghembuskan nafas pertamamu di dunia ini. Kaulah separuh lagi hidupku, sisa jiwaku bergantung padamu. Dua tiga menit bersamamu adalah waktu yang berharga bagiku, cukup berharga untuk kutunggu selama hidupku, karena kaulah satu-satunya yang kumiliki darinya, kaulah kebahagian kami.
Tanahku masih basah. Aku tidak tahu apakah itu karena bumi atau airmatamu. Kulihat kau bersama dua permataku, disamping kesatriamu. Kalian tampak indah, sayangku. Tanganmu seperti menggapai-gapai ke arahku. Mencari-cariku. Tangismu menyayat hatiku. Kenapa kau taburkan ini untukku, sayang? Kau menangis seperti ini hanya ketika jari kakimu masih terlalu kecil untuk kuteliti satu-persatu. Kenapa kau tidak mengikhlaskanku? Biarkanlah aku pergi menemui cintaku, pujaan hatiku yang telah mempersembahkan nyawanya untukmu. Selesai tugasku di sini, mempersembahkanmu keluarga yang dapat kau sayangi, kau puja, seperti aku menyembahmu dan menyayangimu sepenuh hatiku, sepanjang hidupku. Aku akan terbang menemui kekasihku, menemuinya seperti janji kami dulu, setelah penat hidup ini kulalui. Aku ingin hakku, aku ingin hidupku penuh kembali. Aku ingin menemui kekasihku kembali. Tak usahlah kau menangis, kami akan tetap memperhatikanmu dari jauh. Sayangku padamu.

2 comments:

Kikie said...

Aaaahh Teddy!!!

Bagus.. gue nangis bacanya..

I think since my dad passed away, my mom is actually waiting for the time when she will met the love of her life..

oh well.

Author said...

Makasih Ki.